Dakwah
Walisongo yang begitu dahsyatnya dalam Islam ternyata disebabkan karena
keikhlasan hatinya dan konsep dakwah yang bisa menyatu dengan
budaya. Bagaimanakah sesungguhnya syariat Islam menyikapi budaya? Apakah
pertentangan yang timbul? Allah subhanahu wata’ala berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (الأعراف: 199)
“Jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (tradisi yang
baik), serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.”. (Quran
Surat al-A’raf : 199).
Dalam ayat di
atas Allah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar menyuruh
umatnya mengerjakan yang ma’ruf. Maksud dari ‘urf dalam ayat di atas
adalah tradisi yang baik. Syaikh Wahbah al-Zuhaili berkata:
وَالْوَاقِعُ
أَنَّ الْمُرَادَ بِالْعُرْفِ فِي اْلآَيَةِ هُوَ الْمَعْنَى اللُّغَوِيُّ
وَهُوَ اْلأَمْرُ الْمُسْتَحْسَنُ الْمَعْرُوْفُ
Penafsiran
‘urf dengan tradisi yang baik dan telah dikenal masyarakat dalam ayat
di atas, sejalan dengan pernyataan para ulama ahli tafsir. Al-Imam
al-Nasafi berkata dalam tafsirnya:
(وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ) هُوَ كُل ُّخَصْلَةٍ يَرْتَضِيْهَا الْعَقْلُ وَيَقْبَلُهَا الشَّرْعُ.
“Suruhlah
orang mengerjakan yang ‘urf , yaitu setiap perbuatan yang disukai oleh
akal dan diterima oleh syara’.” (Tafsir al-Nasafi, juz 2 hlm 82).
Pernyataan
al-Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi al-Hanbali, murid Syaikh Ibnu Taimiyah,
yang berkata dalam kitabnya al-Adab al-Syar’iyyah sebagai berikut:
وَقَالَ
ابْنُ عَقِيلٍ فِي الْفُنُونِ لاَ يَنْبَغِي الْخُرُوجُ مِنْ عَادَاتِ
النَّاسِ إلاَّ فِي الْحَرَامِ فَإِنَّ الرَّسُولَ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَرَكَ الْكَعْبَةَ وَقَالَ (لَوْلاَ حِدْثَانُ قَوْمِكِ
الْجَاهِلِيَّةَ) وَقَالَ عُمَرُ لَوْلاَ أَنْ يُقَالَ عُمَرُ زَادَ فِي
الْقُرْآنِ لَكَتَبْتُ آيَةَ الرَّجْمِ. وَتَرَكَ أَحْمَدُ الرَّكْعَتَيْنِ
قَبْلَ الْمَغْرِبِ لإِنْكَارِ النَّاسِ لَهَا، وَذَكَرَ فِي الْفُصُولِ
عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ وَفَعَلَ ذَلِكَ إمَامُنَا
أَحْمَدُ ثُمَّ تَرَكَهُ بِأَنْ قَالَ رَأَيْت النَّاسَ لا يَعْرِفُونَهُ،
وَكَرِهَ أَحْمَدُ قَضَاءَ الْفَوَائِتِ فِي مُصَلَّى الْعِيدِ وَقَالَ:
أَخَافُ أَنْ يَقْتَدِيَ بِهِ بَعْضُ مَنْ يَرَاهُ . (الإمام الفقيه ابن
مفلح الحنبلي، الآداب الشرعية، ٢/٤٧)
“Imam
Ibnu ‘Aqil berkata dalam kitab al-Funun, “Tidak baik keluar dari
tradisi masyarakat, kecuali tradisi yang haram, karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam telah membiarkan Ka’bah dan berkata,
“Seandainya kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-masa Jahiliyah…”
Umar berkata: “Seandainya orang-orang tidak akan berkata, Umar menambah
al-Qur’an, tentu aku tulis ayat rajam di dalamnya.” Imam Ahmad bin
Hanbal meninggalkan dua raka’at sebelum maghrib karena masyarakat
mengingkarinya. Dalam kitab al-Fushul disebutkan tentang dua raka’at
sebelum Maghrib bahwa Imam kami Ahmad bin Hanbal pada awalnya
melakukannya, namun kemudian meninggalkannya, dan beliau berkata, “Aku
melihat orang-orang tidak mengetahuinya.” Ahmad bin Hanbal juga
memakruhkan melakukan qadha’ shalat di mushalla pada waktu dilaksanakan
shalat id (hari raya). Beliau berkata, “Saya khawatir sebagian
orang-orang yang melihat akan ikut-ikutan melakukannya.” (Al-Imam Ibnu
Muflih al-Hanbali, al-Adab al-Syar’iyyah, juz 2, hal. 47).
Kaedah
di atas sangat jelas, agar kita mengikuti tradisi masyarakat, selama
tradisi tersebut tidak haram. Imam Ahmad bin Hanbal meninggalkan shalat
Sunnah Qabliyah Jum’at, juga karena tradisi masyarakatnya yang tidak
pernah melakukannya dan menganggapnya tidak sunnah, untuk menjaga
kebersamaan dan kerukunan dengan mereka.
Dalam
menyikapi tradisi ada tiga cara yang dilakukan Ulama. Ketika tradisi
baik dan tidak bertentangan dengan syariat maka tradisi tetap
dilestarikan. Ketika tradisi baik namun bertentangan dengan syariat,
maka dicoba untuk disyariatkan dengan memodifikasi bagian tertentu.
Ketika tradisi mutlak haram maka akan ditinggal dan tidak dilestarikan.
Maulid
Nabi adalah tradisi kaum muslimin nusantara dari masa ke masa dengan
berbagai cara yang ada dan tidak melanggar syariat. Maka selayaknyalah
pecinta tradisi maulid dihargai dan dihormati keyakinannya dalam
menjalankan acaranya. Karena dalam perayaan maulid tidak bertentangan
dengan syariat.
Semoga kita semua diberkahi Allah. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Oleh: Sayyidil Habib Muhammad bin Husein Anis Al Habsyi Solo.
Sumber:http://www.elhooda.net/2015/12/maulid-nabi-tradisi-yang-baik-dan-tidak-bertentangan-dengan-syariat-islam
Sumber:http://www.elhooda.net/2015/12/maulid-nabi-tradisi-yang-baik-dan-tidak-bertentangan-dengan-syariat-islam
No comments:
Post a Comment